Welcome To BlackSweetDee Blog
11:12 PM

Menyikapi Ancaman Longsor dengan Arif

Setiap kali musim hujan, banyak daerah selalu terlanda bencana longsor sehingga kita selalu dilanda kecemasan terhadap ancaman bahaya longsor yang mungkin terjadi sewaktu-waktu di musim hujan ini. Seharusnya, dengan sering mengalami bencana longsor di setiap musim hujan, tentunya kita lebih mampu mengantisipasi bencana ini sehingga korban jiwa atau kerugian sosial ekonomi dapat semakin dikurangi. Namun, kenyataan justru sebaliknya. Dengan bertambahnya pengalaman kita dalam menghadapi kejadian longsor, jumlah korban bencana dan kerugian tidak makin berkurang, justru makin bertambah. Bagaimanakah kita dapat menyikapi ancaman bahaya longsor ini dan akhirnya berhasil mengurangi risiko bencana longsor? Dalam menyikapi ancaman bahaya longsor, perlu kita kembangkan strategi upaya pengurangan risiko bencana secara> tepat. Program pengurangan risiko bencana longsor harus sudah dimulai sejak awal di musim kemarau, atau segera setelah musim hujan selesai. Program ini perlu kita bedakan menjadi empat fase, yaitu tahap aman, waspada, siaga, dan awas. Upaya mitigasi ini harus intensif digalakkan pada fase aman. Umumnya longsoran banyak terjadi karena dipicu oleh air hujan sehingga fase aman adalah fase pada musim kemarau, kecuali apabila terjadi gempa bumi. Di dalam fase aman ini kita perlu menjaga lingkungan, terutama melakukan penataan lahan pada lereng yang rentan longsor. Untuk menunjang penataan lahan secara tepat, perlu dilakukan pemetaan guna mengenali zona lereng rentan (rapuh atau berbakat longsor), dengan beberapa tingkatan, mulai dari rentan tinggi, menengah, hingga rendah. Pada lereng yang rentan longsor, seharusnya dibuat peraturan sempadan lereng, yang berarti di dalam zona tersebut hingga radius 500 meter dari kaki lereng tidak dapat diganggu untuk permukiman atau kawasan budidaya, tetapi harus dipakai untuk jalur hijau dengan jenis tanaman yang tepat. Peraturan sempadan lereng ini harus diterapkan secara ketat, terutama dikaitkan dengan peraturan tata ruang dan izin mendirikan bangunan. Karena sebagian besar longsoran yang terjadi dipicu oleh meresapnya air ke dalam lereng, maka perlu pula dibuat sistem drainase pada lereng secara tepat. Drainase itu berupa drainase permukaan yang harus kedap air karena berfungsi untuk mencegah aliran air menuju dan meresap ke dalam lereng yang rentan longsor. Dari uraian terakhir di atas, terlihat bahwa upaya pencegahan longsor perlu diintegrasikan dengan upaya pengendalian banjir. Konsep pengendalian banjir yang ditekankan dengan cara meresapkan air sebanyak-banyaknya ke dalam tanah justru sangat membahayakan dan dapat menimbulkan longsor pada lereng atau lahan miring. Selain program teknis seperti di atas yang menekankan pada pemeliharaan lingkungan, penataan lahan, penghijauan, dan pengembangan drainase di atas, upaya pengurangan risiko bencana sangat sulit berhasil tanpa disertai program sosial yang menitikberatkan pada upaya pemberdayaan masyarakat.
Fakta menunjukkan bahwa banyak lahan rentan yang sudah telanjur berkembang menjadi lahan permukiman, sedangkan proses untuk merelokasi seluruh warga di lokasi rentan longsor tidak mudah, bahkan memerlukan waktu cukup lama. Untuk kondisi yang demikian, perlu dikembangkan sistem peringatan dini bahaya longsor berbasis pemberdayaan masyarakat. Sistem yang terdiri atas sistem jaringan sosial dan jaringan teknis ini perlu dikembangkan di masyarakat desa rawan longsor, sejak masih dalam fase aman dan penerapannya sangat diperlukan dalam fase siaga dan awas. Sebagai contoh, di Desa Ledoksari, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, telah dibentuk sistem jaringan sosial yang dimotori oleh Tim Penanggulangan Bencana Desa yang baru saja dibentuk tahun 2008 lalu (sebelum musim hujan). Selain sistem jaringan sosial, diperlukan pula dukungan sistem jaringan teknis dalam upaya peringatan dini bahaya longsor. Sistem jaringan teknis ini dibuat dengan memasang beberapa alat sensor sederhana yang berfungsi untuk mendeteksi curah hujan yang dapat memicu longsor dan> mendeteksi gerakan awal longsor. Selain itu, alat deteksi retakan tanah (yang merupakan gejala awal longsor) dapat pula disetel agar meraung pada kondisi lebar retakan tertentu sebelum longsor terjadi. Sehingga, alarm dan kentongan dapat dibunyikan beberapa jam sebelum longsor. Sebagai contoh, pada 7 November 2007, alat deteksi dini tersebut berhasil meraung 4 jam sebelum longsor di Desa Kalitelaga, Kabupaten Banjarnegara, terjadi sehingga 30 keluarga telah berhasil mengungsi sebelum longsor. Kearifan lokal Namun, kemampuan warga atau pemerintah daerah dalam mengembangkan jaringan deteksi dini ini masih sangat terbatas karena alasan biaya dan teknis. Oleh karena itu, perlu pula dikembangkan sistem peringatan dini berbasis ilmu titen (kearifan lokal). Pengembangan ilmu titen ini sangat> perlu dilakukan untuk mendukung fase waspada dan sangat diperlukan untuk mendukung keselamatan warga dalam fase siaga dan awas. Dengan sistem ini, warga masyarakat di daerah rawan perlu diberdayakan untuk mengenali tanda-tanda lereng rawan longsor dan gejala awal bahwa lereng akan bergerak longsor. Gejala awal yang sering terjadi adalah munculnya retakan tanah berbentuk tapal kuda pada lereng. Panjang retakan beberapa dapat mencapai beberapa meter hingga beberapa puluh meter, melengkung di atas lereng. Semakin lebar dan semakin panjang retakan, berarti semakin besar potensi longsor. Gejala lain bahwa lereng akan longsor adalah munculnya mata air pada lereng atau kaki lereng. Semakin keruh air yang keluar pada lereng, berarti semakin kritis kondisi lereng untuk segera longsor. Namun, dapat pula terjadi, mata air yang sudah ada pada lereng tiba- tiba mati, tidak mengeluarkan air. Hal ini malah sangat berbahaya karena telah mulai terjadi pergerakan massa tanah pada lereng sehingga menyumbat air yang akan keluar dari lereng. Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa meskipun alam negeri kita ini rentan longsor, tetapi upaya pengurangan risiko bencana longsor sangat mungkin dilakukan. Keberhasilan dalam upaya pengurangan risiko bencana ini> sangat tergantung pada keberhasilan kita dalam mengembangkan sistem manajemen bencana desa berbasis pemberdayaan masyarakat dan kegigihan kita semua dalam upaya penegakan> hukum tata ruang.

Dwikorita Karnawati Dosen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Sumber:> > --
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/24/16081434/menyikapi.ancaman.longsor.dengan.arif

0 comments: